"Pernikahan saya baru berusia satu bulan. Sehari setelah melalui malam pertama perkawinan, sikap suami saya berubah, raut wajahnya kusam, bicara seperlunya. Saya merasa sedih, karena saya tidak tahu sebab-sebab perubahan sikap suami. Sikapnya yang mesra pun sirna. Sampai akhirnya saya memberanikan diri bertanya sebab perubahan sikapnya tersebut. Saya terkejut sekali, ia menuduh saya tidak gadis lagi. Ia akhirnya mendesak saya terus-menerus dengan pertanyaan: dengan siapa saya pernah berhubungan suami-istri sebelum menikah dengannya? Saya tidak dapat menjawab pertanyaannya, saya bersumpah, baru dengan suamilah saya serahkan jiwa raga secara total, layaknya suami-istri. Suami mengatakan, pada malam pertama kami, tidak ada perdarahan yang jelas. Saya memang tidak memperhatikan hal itu, karena kejadian itu membuat rasa sakit dan panas diselangkangan saya. Baru keesokan harinya, ketika saya kencing, air seni awal yang keluar berwarna kemerahan dengan rasa perih yang amat sangat. Saya berpikir, mungkin ini akibat malam pertama. Saya tidak mengeluhkannya pada suami. Saya mencoba meyakinkan suami bahwa tuduhannya tidak benar, tetapi dia tak percaya. Bahkan ia mengatakan akan mengawini gadis lain agar tak penasaran. Akibatnya tak ada lagi kemesraan seperti ditunjukkan saat kami pacaran. Saya sedih, tetapi tak berdaya." Demikianlah keluhan seorang wanita berusia 23 tahun. Mitos adalah suatu dongeng yang sering berisi gambaran peristiwa yang berlebihan bahkan terkesan didramatisasi, namun berkembang menjadi keyakinan yang akhirnya harus terjadi. Perkembangan mitos tentang selaput dara, untuk beberapa suku bangsa tertentu dikaitkan dengan upacara ritual. Dalam hal ini, ada suku bangsa yang melakukan upacara penghormatan khusus bagi keluarga wanita, yang diawali dengan secarik kain putih berisi percikan darah sebagai bukti kegadisan oleh pasangan pria setelah malam pengantin. Mitos bisa berkembang menjadi imajinasi yang bercampur harapan, hingga jauh dari kenyataan. Namanya dongeng yang berkembang, kemudian dikaitkan dengan upacara ritual adat, jadi bisa dipahami bila dasar penetapannya kurang dilandasi penelitian dan pengetahuan yang dapat dipertanggungjawabkan. Padahal segala yang terkait dengan adat istiadat mendapat tempat khusus dalam benak anggota masyarakat di mana adat itu berkembang. Selaput dara dalam bahasa Inggris disebut hymen, selaput yang berada di mulut vagina perempuan. Selaput ini tipis dan merupakan membran yang lembut. Sebenarnya membran ini secara biologis tidak berfungsi. Sayangnya, justru membran ini memiliki beban kultural yang berat, karena keberadaan membran dinilai sebagai bukti kegadisan seorang perempuan. Padahal saat terjadi hubungan seksual pertama, membran ini bisa terluka atau melentur. Karena memang karakteristik membran ini sangat fleksibel. Selain itu, "kehilangan" membran dapat terjadi oleh kegiatan fisik yang keras, seperti mengikuti jenis olahraga tertentu. Hasil penelitian pakar dalam bidang seksologi, ditemukan beberapa perempuan sejak lahir tidak memiliki membran. Keberadaan hymen juga tidak selalu membuktikan seorang perempuan belum pernah melakukan hubungan seksual dan masih teruji kegadisannya. Bisa saja hymen baru koyak saat perempuan melahirkan bayinya. Walaupun ada perempuan yang vaginanya baru dapat menerima insersi penis pada saat berhubungan seksual, setelah hymen terbuka karena terluka desakan penis yang cukup kuat. Berbagai bentuk Pengalaman pertama pada perempuan yang mengadakan hubungan seksual tidak selalu menimbulkan rasa sakit yang hebat. Pada dasarnya bentuk selaput dara berbeda secara individual, juga derajat kelembutan serta fleksibilitasnya. Frank H Netter MD dalam buku The Human Sexuality menyatakan, hasil penelitian menunjukkan adanya berbagai bentuk selaput dara, yaitu:
1. Annular Hymen, selaput berbentuk melingkari lubang vagina.
2. Septate Hymen, selaput ini ditandai beberapa lubang yang terbuka.
3. Cibriform Hymen, selaput ini juga ditandai beberapa lubang yang terbuka tetapi lebih kecil dan jumlahnya lebih banyak.
4. Introitus, pada perempuan yang sangat berpengalaman dalam berhubungan seksual, bisa saja lubang selaputnya membesar, namun masih menyisakan jaringan selaput dara.
Kesimpulannya, perdarahan pada malam pertama memang bisa menjadi bukti bahwa pasangan perempuan masih gadis. Namun ternyata ada juga pasangan perempuan yang begitu lihai dan sangat berpengalaman dalam berhubungan seksual, pada malam pertama perkawinannya masih tetap mengalami perdarahan karena sisa selaput dara yang terluka, sehingga ia terkesan masih gadis (virgin). Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan tentang seksualitas manusia yang berdasar pada penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, timbul pertanyaan, "Apakah masih bijaksana kalau kita mempertahankan mitos selaput dara?" Hal yang justru sering membuat perempuan terhina, tertekan secara psikologis, bahkan terpuruk, hanya oleh keyakinan palsu tentang posisi selaput dara dan makna yang dibebankan secara kultural. Tuduhan suami Pada kasus ini, tuduhan yang dibebankan suami terhadap pasangannya terjadi beberapa jam setelah malam pertama dilalui. Di sisi lain, banyak pula perempuan yang memperoleh cercaan setelah memiliki beberapa anak karena si suami ketahuan berselingkuh dengan perempuan muda belia. Untuk yang terakhir, suami marah sebagai ungkapan menutupi rasa bersalahnya. Si suami pun mengungkit bahwa pada malam pertama yang sudah terjadi bertahun-tahun sebelumnya, si istri tidak mengalami perdarahan. Rupanya efek mitos dipendam sekian lama, dan suami merasa harus mendapatkan selaput dara yang dinilai "utuh", dengan mengencani gadis belia yang terkadang seusia dengan anak gadis remaja pertamanya. Tentu saja cercaan tersebut membuat istri terdiam karena bingung. Si istri yakin suaminya adalah pria pertama yang hadir utuh dalam kehidupannya. Apakah hanya karena selaput dara, seluruh kebahagiaan rumah tangga yang terbina selama bertahun-tahun akan dilenyapkan begitu saja? Apakah sedemikian pentingnya pengalaman memecah selaput dara, hingga mengorbankan kebahagiaan semua anggota keluarga? Padahal belum tentu gadis belia yang dikencani mengalami perdarahan pada hubungan seksual pertama-sehubungan sangat individualnya bentuk dan sifat kelenturan selaput dara. Apakah kebahagiaan berumah tangga begitu bergantung dari kehadiran selaput dara? Sementara hubungan kedua pasangan itu sebenarnya serasi, cocok dan berimbang dalam prinsip hidup dan orientasi masa depan keluarga yang telah disepakati sebelum pernikahan. Apakah hubungan kasih sayang yang terjalin selama ini harus sirna oleh pemaknaan yang berlebihan terhadap selaput dara? Menilai kejujuran Setiap manusia sebenarnya dibekali kemampuan menilai kejujuran dari orang yang secara emosional erat hubungannya, karena jalinan kasih yang tulus. Hubungan tulus antara pria dan perempuan merupakan sarana yang kuat dan kukuh untuk membuat kedua pasangan peka terhadap kejujuran dan ketulusan pasangannya. Bagi pasangan yang menjunjung tinggi rasa kasih antarmanusia, akan menempatkan kasih di atas segalanya. Ketulusan kasih yang dijalin dengan pasangan hidup akan membuat orang tak tega mengelabui pasangannya. Pada kasus ini, sebelum menikah keduanya telah berpacaran selama dua tahun. Dalam tenggang waktu itu seharusnya si pria-yang kemudian menjadi suaminya-punya banyak kesempatan mendeteksi kejujuran dan ketulusan kasih yang diberikan pacarnya. Akhirnya segala hal terpulang kepada diri masing-masing. Tegakah kita membiarkan perempuan yang jujur, tulus dan penuh kasih terhadap pasangan, anak-anak dan keluarganya bersedih, tertekan, bahkan terpuruk sepanjang hidupnya, karena mitos selaput dara ???
0 Comments:
Post a Comment