19/01/2007 - Dr Widodo Judarwanto SpA
Si Udin yang berusia 5 tahun meninggal secara tragis karena penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue). Orangtuanya menolak bila dikatakan oleh dokter bahwa penderita terlambat dibawa ke rumah sakit.
Saat panas hari ke 1-2 anaknya berturut turut dibawa ke dokter dan hanya dikatakan menderita infeksi tengorokan. Selama rawat jalan saat hari ke 3 diagnosis berubah menjadi gejala tifus. Selanjutnya pada hari ke 5 dinyatakan meninggal karena penyakit DBD hanya berselang beberapa jam setelah masuk rumah sakit. Tampaknya kasus ini terjadi karena deteksi dini dan tanda bahaya DBD tidak dipahami dengan baik.
Bagaimana agar DBD khususnya pada anak dapat diketahui secara dini? Tanda bahaya apakah yang harus dicurigai agar tidak terjadi keterlambatan?
Masyarakat awam, bahkan seorang dokter yang ahli pun kadang sulit mendeteksi lebih awal diagnosis DBD. Gejala awal DBD tidak khas, hampir semua infeksi akut pada awal penyakitnya menyerupai DBD. Gejala khas seperti perdarahan pada kulit atau tanda perdarahan lainnya kadang terjadi hanya di akhir periode penyakit. Tragisnya bila penyakit ini terlambat didiagnosis, maka kondisi penderita sulit diselamatkan.
Perjalanan penyakitnya sangat cepat, dalam beberapa hari bahkan dalam hitungan jam penderita bisa masuk dalam keadaan kritis. Untuk menghindari keterlambatan diagnosis DBD, perlu diketahui deteksi dini dan tanda bahaya DBD.
Penyakit DBD setiap saat terus mengancam masyarakat Indonesia. Penyakit yang bisa menjadi sangat fatal ini dapat terjadi setiap saat tidak melihat musim, meskipun kasusnya meningkat dalam bulan-bulan tertentu.
Dalam beberapa hari bahkan dalam hitungan jam penderita bisa masuk dalam keadaan kritis. Kecemasan semakin meningkat, bila saat ini anaknya mengalami panas badan apa pun penyebabnya. Pikiran pertama yang muncul di kepala adalah apakah anak saya menderita demam DBD?
Mekanisme Terjadinya Penyakit
Virus dengue penyebab DBD termasuk famili Flaviviridae, yang berukuran kecil sekali, yaitu 35-45 nm. Virus tersebut memasuki tubuh manusia melalui gigitan nyamuk yang menembus kulit. Setelah itu disusul oleh periode tenang selama kurang lebih empat hari, saat virus melakukan replikasi secara cepat dalam tubuh manusia.
Apabila jumlah virus sudah cukup, virus akan memasuki sirkulasi darah (viraemia). Pada saat ini manusia yang terinfeksi akan mengalami gejala panas. Dengan adanya virus dengue dalam tubuh manusia, tubuh akan memberi reaksi. Bentuk reaksi tubuh terhadap virus ini antara manusia yang satu dan manusia yang lain dapat berbeda. Perbedaan reaksi ini akan memanifestasikan perbedaan penampilan gejala klinis dan perjalanan penyakit.
Pada prinsipnya, bentuk reaksi tubuh manusia terhadap keberadaan virus dengue melalui beberapa tahapan.
1. Bentuk reaksi pertama adalah terjadi netralisasi virus dan disusul dengan mengendapkan bentuk netralisasi virus pada pembuluh darah kecil di kulit berupa gejala ruam (rash).
2. Bentuk reaksi kedua terjadi gangguan fungsi pembekuan darah sebagai akibat dari penurunan jumlah dan kualitas komponen-komponen beku darah yang menimbulkan manifestasi perdarahan.
3. Bentuk reaksi ketiga terjadi kebocoran pada pembuluh darah yang mengakibatkan keluarnya komponen plasma (cairan) darah dari dalam pembuluh darah menuju ke rongga perut berupa gejala ascites dan rongga selaput paru berupa gejala efusi pleura.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi dengue ditandai gejala-gejala klinik berupa demam, nyeri pada seluruh tubuh, ruam dan perdarahan. Demam yang terjadi pada infeksi virus dengue ini timbulnya mendadak, tinggi (dapat mencapai 39-40 derajat Celcius) dan dapat disertai menggigil. Demam ini hanya berlangsung sekitar lima hari. Pada saat demamnya berakhir, sering kali dalam bentuk turun mendadak (lysis), dan disertai dengan berkeringat banyak. Saat itu anak tampak agak loyo.
Kadang-kadang dikenal istilah demam biphasik, yaitu demam yang berlangsung selama beberapa hari itu sempat turun di tengahnya menjadi normal kemudian naik lagi dan baru turun lagi saat penderita sembuh (gambaran kurva panas sebagai punggung unta).
Gejala panas pada penderita infeksi virus dengue akan segera disusul dengan timbulnya keluhan nyeri pada seluruh tubuh. Pada umumnya yang dikeluhkan adalah nyeri otot, nyeri sendi, nyeri punggung, dan nyeri pada bola mata yang semakin meningkat apabila digerakkan. Karena adanya gejala nyeri ini, di kalangan masyarakat awam ada istilah flu tulang. Dengan sembuhnya penderita gejala-gejala nyeri pada seluruh tubuh ini juga akan hilang.
Ruam yang terjadi pada infeksi virus dengue ini dapat timbul pada saat awal panas yang berupa flushing, yaitu berupa kemerahan pada daerah muka, leher, dan dada. Ruam juga dapat timbul pada hari ke-4 sakit berupa bercak-bercak merah kecil seperti bercak pada penyakit campak. Kadang-kadang ruam tersebut hanya timbul pada daerah tangan atau kaki saja sehingga memberi bentuk spesifik seperti kaos tangan dan kaki. Yang terakhir ini biasanya timbul setelah panas turun atau setelah hari ke-5.
Pada infeksi virus dengue apalagi pada bentuk klinis DBD selalu disertai dengan tanda perdarahan. Hanya saja tanda perdarahan ini tidak selalu didapat secara spontan oleh penderita, bahkan pada sebagian besar penderita tanda perdarahan ini muncul setelah dilakukan tes tourniquet.
Bentuk-bentuk perdarahan spontan yang dapat terjadi pada penderita demam dengue dapat berupa perdarahan kecil-kecil di kulit (petechiae), perdarahan agak besar di kulit (echimosis), perdarahan gusi, perdarahan hidung dan kadang-kadang dapat terjadi perdarahan yang masif yang dapat berakhir pada kematian.
Demam Berdarah Dengue versus Demam Dengue
Penyakit DBD adalah salah satu bentuk klinis dari penyakit akibat infeksi dengan virus dengue pada manusia. Manifestasi klinis dari infeksi virus dengue dapat berupa "Demam Dengue(DD)" atau "Demam Berdarah Dengue (DBD)".
DD tidak membahayakan atau tidak mengancam jiwa seperti DBD. Biasanya kasus seperti ini sering diistilahkan masyarakat awam sebagai gejala demam berdarah. DD tidak akan berubah menjadi DBD. Jadi, pendapat yang mengatakan bahwa bila penanganan tidak baik dan terlambat akan DD akan menjadi DBD tidak benar.
Masyarakat awam sulit membedakan DD dan DBD, karena hanya diketahui dokter berdasarkan pemeriksaan darah dan keadaan klinis penderita. Secara klinis yang membedakan adalah pada DBD terjadi reaksi keluarnya plasma (cairan) darah dari dalam pembuluh darah keluar dan masuk ke dalam rongga perut dan rongga selaput paru.
Fenomena ini apabila tidak segera ditanggulangi dapat mempengaruhi manifestasi gejala perdarahan menjadi sangat masif. Dalam praktik kedokteran sering kali membuat seorang dokter terpaksa memberikan transfusi darah dalam jumlah cukup banyak.
Gejala klinis DBD dan DD hampir sama, yaitu panas tinggi, perdarahan, trombosit menurun dan pemeriksaan serologi IgG atau IgM positif. Pada DBD trombosit yang menurun sangat drastis hingga kurang dari 90.000, perdarahan yang terjadi lebih berat dan dapat disertai sesak napas karena adanya cairan di rongga paru (efusi pleura)
Deteksi Dini Penyakit DBD
Deteksi dini DBD perlu diketahui karena bila terjadi keterlambatan penyakit ini sangat fatal. Gejala awal penyakit ini hampir sama dengan penyakit infeksi virus lainnya. Tetapi ada beberapa karakteristik klinis yang bisa diamati untuk mencurigai penyakit DBD.
Beberapa gejala yang diwaspadai adalah bila panas yang timbulnya mendadak, langsung tinggi di atas 39 derajat C. Begitu mendadaknya, sering kali dalam praktik sehari-hari kita mendengar cerita ibu bahwa pada saat melepas putranya berangkat sekolah dalam keadaan sehat walafiat, tetapi pada saat pulang putranya sudah mengeluh panas dan ternyata panasnya langsung tinggi.
Pada saat anak mulai panas ini biasanya sudah tidak mau bermain. Biasanya hari ke tiga panas sedikit menurun namun hari ke IV dan ke V meningkat lagi akhirnya hari ke VI panas tidak meningkat lagi. Selain itu bila panas tidak disertai batuk, pilek dan sakit tenggorokan dan di lingkungan rumah tidak ada yang menderita penyakit flu kita harus mewaspadai.
Harus waspada juga bila dalam beberapa waktu terakhir di sekitar rumah ada yang mengalami penyakit DBD. Atau, dalam waktu dekat sebelumnya pernah ada fogging (pengasapan), karena kalau ada fogging biasanya ada penderita DBD di sekitarnya.
Gejala khas yang terjadi biasanya anak tampak lemas, loyo, tidak mau bermain di bawah, minta gendong dan tidur terus menerus sepanjang hari. Bila lemasnya hanya saat panas tinggi, tetapi begitu panas turun anak aktif lagi biasanya tidak harus dikawatirkan dan merupakan hal yang wajar.
Tanda Bahaya
Tanda bahaya yang harus diketahui pada penyakit DBD adalah tanda perdarahan kulit (bintik merah), hidung, gusi atau berak darah warna kehitaman dan berbau. Tanda bahaya lainnya adalah bila panas yang berangsur dingin, tetapi anak tampak loyo dan pada perabaan dirasakan ujung-ujung tangan atau kaki dingin. Gejala yang dingin ini sering dianggap anak telah sembuh, padahal merupakan tanda bahaya. Kondisi tersebut mengakibatkan orangtua tidak segera membawa putra mereka ke fasilitas kesehatan terdekat.
Tanda bahaya lain yang menyertai adalah penampilan anak tampak sangat gelisah, kesadarannya menurun, kejang dan napas sesak. Pada keadaan tersebut penderita harus segera dibawa ke dokter, bila terlambat akan menimbulkan komplikasi yang berbahaya seperti syok, perdarahan kepala, perdarahan hebat di seluruh tubuh (DIC) atau gangguan fungsi otot jantung. Dalam keadaan ini penderita biasanya sulit untuk diselamatkan.
Seringkali orang tua disalahkan oleh dokter karena keterlambatan membawa ke dokter. Orangtua sering menolak pendapat ini karena sejak hari pertama dan ke dua panas anak selalu kontrol ke dokter. Tetapi panas hari ke I – II tidak bisa terdeteksi gejala demam berdarah dan tidak ada penanganan secara khusus.
Manifestasi berbahaya biasanya justru timbul pada panas hari ke III – V. Keterlambatan penanganan yang terjadi justru saat periode tersebut. Bila terjadi maka jangan ditunda saat itu juga harus segera ke dokter atau ke rumah sakit terdekat. Jadi monitor tanda bahaya itu justru harus dilakukan saat panas hari ke III – V.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis DBD adalah pemeriksaan darah atau sering diistilahkan pemeriksaan darah lengkap. Gambaran hasil laboratorium yang khas adalah terjadi peningkatan kadar hemoglobin (Hb) dan peningkatan hematokrit (HCT) disertai penurunan trombosit kurang dari 150.000 Perubahan tersebut biasanya terjadi pada hari ke-3 hingga ke-5 panas.
Pemeriksaan darah pada hari pertama atau kedua panas tidak bermanfaat dan malah menyesatkan karena hasilnya masih dalam normal, tetapi belum menyingkirkan penyakit DBD. Dalam perjalanannya trombosit akan terus menurun pada hari ke-3, ke-4, dan hari ke-5, sementara pada hari ke-6 dan selanjutnya akan meningkat terus kembali ke nilai normal.
Peningkatan jumlah trombosit setelah hari ke-6 inilah mungkin yang sering dianggap karena pengaruh pemberian jambu biji. Biasanya setelah hari ke-6 jumlah trombosit di atas 50.000, bila tidak disertai komplikasi penderita diperbolehkan pulang.
Pemeriksaan laboratorium yang sering dilakukan adalah pemeriksaan serologi imunoglobulin G (IgG) dan imunoglobulin M (IgM). Pemeriksaan ini selain tidak spesifik tetapi juga harganya relatif mahal. Pada keadaan manifestasi klinis dan hasil laboratorium sudah jelas pemeriksaan ini sebenarnya tidak perlu dilakukan. Pada kasus yang tidak jelas mungkin pemeriksaan ini sering membantu menunjang menegakkan diagnosis DBD.
Hal lain yang sering dijumpai penderita DBD didiagnosis sebagai sebagai penyakit tifus. Pada penderita DBD sering ditemukan juga peningkatan hasil Widal. Pemeriksaan Widal adalah identifikasi antibodi tubuh terhadap penyakit demam tiphoid (tifus). Kejadian seperti inilah yang menimbulkan kerancuan diagnosis DBD.
Padahal pada penyakit demam tiphoid pada minggu awal panas biasanya malah tidak terdeteksi peningkatan titer Widal tersebut. Bila hasil pemeriksaan widal meningkat tinggi pada awal minggu pertama, tidak harus dicurigai sebagai penyakit tifus. Sebaiknya, pemeriksaan Widal dilakukan menjelang akhir minggu pertama panas atau awal minggu ke dua panas.
Prinsip Pengobatan DBD
Secara medis sebenarnya tidak ada pengobatan secara khusus pada penderita DBD. Penyakit ini adalah self limiting disease atau penyakit yang dapat sembuh sendiri. Prinsip pengobatan secara umum adalah pemberian cairan berupa elektrolit (khususnya natrium) dan glukosa.
Pemberian minum yang mengandung elektrolit dan glukosa, seperti air buah atau minuman lain yang manis, dapat membantu mengatasi kekurangan cairan pada penderita DBD. Sampai pada saat ini belum ada penelitian secara klinis yang membuktikan bahwa pemberian jambu biji kepada penderita DBD dapat meningkatkan jumlah trombosit dalam darah.
_________________
0 Comments:
Post a Comment